Pembunuhan terhadap Brigadir J, ini Hukumnya menurut Al-Qur’an dan Hadist
Inves media - Belakangan ini ramai di media sosial tentang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang terjadi pada 8 Juli 2022 lalu.
Peristiwa berdarah yang kemudian menjadi perhatian publik ini terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Sejumlah fakta terus terkuak seiring dengan kerja-kerja Polri. Berbicara soal kasus pembunuhan, bagaimana Islam memandang tindakan menghilangkan nyawa orang lain? Berikut sanksi bagi pelakunya menurut Al-Qur’an dan hadits Nabi.
Terdapat banyak ayat Al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan sanksi pelaku pembunuhan, mulai dari dosa besar hingga ancaman dimasukkan ke dalam Neraka Jahanam.
Di antaranya adalah ayat Al-Qur’an berikut yang menegaskan pelaku pembunuhan akan mendapat siksa berat di akhirat kelak. Allah swt berfirman:
وَالَّذِيْنَ لَا يَدْعُوْنَ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ وَلَا يَقْتُلُوْنَ النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُوْنَۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ يَلْقَ اَثَامًا
Artinya, “Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat.” (QS. Al-Furqan [25]: 68) Ayat di atas menjelaskan pelaku pembunuhan akan mendapat balasan dosa besar berupa dimasukkan ke dalam neraka.
Kata atsâma(n) pada ayat ini diartikan nama sebuah lembah di dalam Neraka Jahanam. Ayat ini juga sekaligus menunjukkan dosa menghilangkan nyawa orang lain satu tingkat di bawah dosa menyekutukan Allah swt. (Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 2019: juz VII, h. 60)
Selain itu, dalam ayat lain Allah swt juga menegaskan bahwa saking besarnya dosa pelaku pembunuhan, membunuh satu orang sama saja dengan menghilangkan nyawa seluruh manusia. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ
اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ
Artinya, “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia.
Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.
Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.” (QS. Al-Maidah [5]: 32) Berkaitan dengan ayat di atas, Ibnu Hajar al-Haitami dalam Az-Zawajir mengatakan, penyamaan membunuh satu nyawa dengan membunuh seluruh manusia mengindikasikan bahwa menghilangkan nyawa orang lain merupakan perbuatan dosa yang sangat besar. “Sebagaimana membunuh seluruh manusia merupakan dosa sangat besar, demikian pula hanya dengan membunuh satu jiwa,” tegas Ibnu Hajar. (Ibnu Hajar al-Haitami, Az-Zawajir ‘Aniqtiranil Kaba’ir, 2017: h. 122)
Dalam beberapa hadits juga banyak disinggung dampak buruk dan dosa bagi pelaku pembunuhan. Salah satunya adalah sabda Nabi yang menjelaskan bahwa jika sudah terjadi banyak kasus pembunuhan di dunia ini maka menjadi pertanda sudah dekatnya hari kiamat. Diriwayatkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكْثُرَ الْهَرْجُ قَالُوا: وَمَا الْهَرْجُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الْقَتْلُ الْقَتْلُ رواه مسلم
Artinya, “Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, ‘Tidak akan datang hari kiamat hingga banyak al-Harj.’ Mereka (para sahabat) bertanya, ‘ahai Rasulullah! Apakah al-Harj itu?’ Rasul menjawab, ‘Pembunuhan, pembunuhan.’ (HR Muslim) Kemudian, dalam hadits lain dijelaskan, saking beratnya pertanggung jawaban di akhirat kelak atas aksi pembunuhan, kalak di hari akhir amal yang paling awal diadili adalah dosa pembunuhan. Diriwayatkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِي الدِّمَاءِ رواه البخاري ومسلم
Artinya, “Dari Abdullah ia berkata, ‘Nabi saw bersabda, ‘Yang paling pertama diputuskan (dalam pengadilan Allah di akhirat kelak) bagi manusia adalah masalah darah (kasus pembunuhan).’” (HR Bukhari dan Muslim) Hadits ini tidak bertentangan dengan riwayat yang menjelaskan bahwa amal perbuatan pertama yang akan diadili kelak di akhirat adalah shalat karena beda jenis.
Jika shalat kategori amal yang pertama diadili dari jenis ibadah kepada Allah sementara pembunuhan adalah kategori perbuatan yang berkaitan dengan interaksi sesama manusia. (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bari, 2001: juz XI, h. 404) Berikutnya, dalam hadits Nabi juga dijelaskan pelaku pembunuhan termasuk orang yang tidak akan bisa mencium bau surga. Diriwayatkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: مَنْ قَتَلَ نَفْسًا مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا رواه البخاري و مسلم
Artinya, “Dari Abdullah bin Amr, dari Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa yang membunuh seorang kafir yang memiliki perjanjian dengan kaum muslimin (mu’ahad), maka dia tidak akan mencium wangi surga, padahal sesungguhnya wanginya surga dapat tercium dari jarak empat puluh tahun perjalanan”. (HR Bukhari dan Muslim).
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa mencium bau surga saja tidak bisa apalagi memasukinya. Semoga kita semua dijauhkan dari perbuatan keji ini dan kasus pembunuhan yang menimpa Brigadir J segara diusut tuntas. Wallahu a’lam.